Baru-baru ini sempat terucap dari seorang pengamat politik bahwa “kitab suci itu fiksi“. Meski sudah menjelaskan maksud dari ucapannya, namun sebagian warganet meributkan pernyataan tersebut. Jika melihat latar belakang agamanya, semoga pernyataan tersebut tidak merujuk kepada semua kitab suci, terutama kitab suci umat islam: Al Qur’an.
Terlepas dari maksud dan konteks dikeluarkannya pernyataan “kitab suci itu fiksi”, hal ini sebenarnya menggambarkan pandangan dari sebagian orang mengenai kitab suci. Sebagian menganggap kitab suci itu dongeng orang-orang terdahulu.
Bagaimana umat islam menyikapi pandangan seperti di atas?
Allah sudah jauh-jauh hari membongkar pandangan seperti ini. Tidak sedikit ayat Qur’an yang mengabadikan pandangan orang-orang jahiliyah saat para Nabi membawa risalah berupa ayat-ayat suci dari langit. Contohnya adalah beberapa ayat berikut ini:
Dan tidak ada yang mendustakannya (hari pembalasan) kecuali setiap orang yang melampaui batas dan berdosa, yang apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, dia berkata, “Itu adalah dongeng orang-orang dahulu.â€
Surat Al Muthaffifin, 83:12-13
Yang menyatakan bahwa bahwa kitab suci, ayat-ayat dari Allah, sebagai fiksi atau dongeng saja hanyalah orang-orang yang tidak beriman, yang suka berbuat dosa.
Dan orang-orang kafir berkata, “(Al-Qur’an) ini tidak lain hanyalah kebohongan yang diada-adakan oleh dia (Muhammad), dibantu oleh orang-orang lain,†Sungguh, mereka telah berbuat zhalim dan dusta yang besar.
Dan mereka berkata, “(Itu hanya) dongeng-dongeng orang-orang terdahulu, yang diminta agar dituliskan, lalu dibacakanlah dongeng itu kepadanya setiap pagi dan petang.â€
Surat Al Furqan, 25:4-5
Begitulah pandangan orang-orang kafir mengenai kitab suci dari Allah. Mereka mencoba menolak kebenaran dengan menyatakan bahwa kitab suci adalah fiksi, karangan para Nabi atau dongeng orang-orang terdahulu.
Padahal sudah amat banyak bukti kebenaran di dalam Al Qur’an jika kita mau berfikir.
(Al-Quran itu) diturunkan dari Allah Tuhan sekalian alam.
Surat Al Haqqah, 69:43
Berikut ini sebuah tulisan dari saudara kita mengenai tema kitab suci “fiksi” ini:
“Fiksi†Tuhan dalam Alquran
Oleh : Abdul Halim Mahfudz
Secara harfiah, Alquran berarti bacaan. Alqran adalah mukjizat bagi Muhammad, utusan Allah yang terakhir dan menjadikan Islam sebagai agama terakhir yang diturunkan. Alquran adalah pedoman yang menentukan semua hal yang terkait dengan hidup dan kehidupan manusia. Di dalam Alquran ada banyak petunjuk, banyak pedoman, banyak perintah, banyak larangan, dan banyak cerita yang mengangkat dan mengajarkan moral, akhlak, tatacara hidup antarmanusia serta manusia dengan Tuhannya. Dalam Alqurn ada janji, ada pula ancaman! Begitu komplit dan menyeluruhnya apa yang diajarkan dalam Alquran, nyaris tak ada tatacara yang tertinggal sehingga tidak diatur oleh Alquran.
Manusia dilarang sombong, dilarang merasa paling tahu, dan dilarang merasa paling benar. Manusia dilarang mengejek, menghina apalagi menghujat orang lain karena suku agama, ras, dan perbedaan warna kulit. Apalagi menghujat dan memfitnah hanya karena beda pilihan politik. Jika manusia memfitnah orang lain, maka sudah jelas ancaman Alquran akan balasan nanti di hari perhitungan akhir. Semua ini tercatat dan tak akan pernah katalisut atau tak terlihat oleh Tuhan. Seorang muslim jelas dilarang mengumbar aib muslim yang lain. Komplit plit, tak ada yang terlewatkan dituntun dalam Alquran.
Ini karena Alquran bukan buatan manusia. Apa pun yang Anda ingin tahu mengenai dunia, ilmu pengetahuan, lingkungan, pergaulan, apa pun! Semua ada di sana, dijelaskan dan diajarkan oleh Yang Maha Tahu. Ajaran dan tuntunan dalam Alquran disampaikan dengan berbagai cara, antara lain melalui cerita. Ada cerita tentang Fir’aun lawan Nabi Musa, ada cerita tentang kaum Nabi Luth dengan kehidupan sesama jenis kaumnya. Ada cerita tentang tenggelamnya kaum Nabi Nuh, termasuk puteranya sendiri, dalam banjir global.
Nah, cerita-cerita ini terdengar seperti sebuah fiksi. Tapi kuncinya adalah, cerita-cerita dalam Alquran bukan ditulis oleh penullis seperti Ian Flemming ketika menciptakan tokoh fiksi James Bond. Bukan juga seperti cerita Joanne Rowling tentang Harry Potter! Setinggi apapun kekuatan imajinatif para penulis fiksi ini tidak bisa dibandingkan dengan Yang Maha Memberi-tahu dan menceritakan tentang Nabi Musa dan Fir’aun, Kaum Nabi Luth dan banjir zaman Nabi Nuh. Karena certita dalam Alquran itu nyata dan selanjutnya menurunkan umat manusia berikutnya, yaitu kita-kita ini.
Flemming hanya mampu berfiksi tentang agen rahasia Inggris, tidak mungkin dia punya imajinasi tentang kerja agen-agen BIN di Indonesia. Rowling fasih bercerita tentang sihirnya Profesor Albus Dumbeldore, tapi dia tidak mungkin berkhayal tentang Mak Lampir atau Jelangkung. Nah, yang bercerita dalam Alquran adalah Dia yang Maha Pencipta makhlukNya, dan menandai kejadian-kejdaian itu entah di belahan bumi mana tapi sangat erat hubungannya dengan semua umat manusia di jaman sekarang ini. Cerita-ceritannya melampaui batas waktu! Kaum Muslimin percaya Bukit Rahmah itu tempat pertemuan Adam dan Hawa. Umat Kristiani percaya bahwa Jesus dilahirkan di Betlehem. Dan ini menjadi pegangan kesejarahan masing-masing umat beragama. Cerita-cerita dalam Alquran menjadi rujukan dalam tatacara hidup manusia. Mereka menjadi pedoman.
Umat beragama mempercayai hal-hal ini, dan tak penah menyebutnya sebagai fiksi karena mereka sangat paham itu semua ciptaan Yang Maha Mencipta. Kita ini makhluk! Meski kita ini sebagai manusia dikaruniai akal sekalipun, kita tak mampu, kita tak ada mau dan kita tak punya ilmu berusaha memahami ‘fiksi’ Yang Maha Pencipta!
Semoga bermanfaat.