Ungkapan sholat adalah mi’raj orang yang beriman, atau dalam bahasa arab: الصَّلَاة٠مÙعْرَاج٠الْمÙؤْمÙÙ†Ù (ash-sholatu mi’rajul mu’min), sering menjadi kalimat motivasi akan penting dan istimewanya peran sholat dalam kehidupan pribadi seorang muslim. Meskipun ungkapan ini tidak ditemukan dalam kitab-kitab hadits sehingga tidak bisa disandarkan sebagai sebuah hadits atau ucapan dari Nabi Muhammad saw, namun maknanya amat benar dan sesuai dengan sifat dari sholat yang diajarkan oleh beliau.
Sebagaimana kita ketahui, mi’raj adalah peristiwa istimewa yang dialami oleh Nabi Muhammad saw. di mana beliau diperjalankan oleh Allah dengan pendampingan dari Malaikat Jibril dari Masjidil Aqsha menembus tujuh lapis langit dan menuju Sidratul Muntaha. Mi’raj merupakan salah satu mukjizat yang diberikan Allah kepada Nabi Muhammad sekaligus menunjukkan keistimewaan beliau sebagai ciptaan yang paling utama. Tidak sembarang makhluk yang diberikan ijin untuk bisa melangkah masuk ke Sidratul Muntaha. Bahkan Jibril sendiri hanya bisa mengantar Nabi Muhammad hingga langit ke tujuh dan beliau sendirian memasuki wilayah yang di dalamnya ada ‘Arsy Allah ini.
Dalam peristiwa ini Nabi Muhammad saw. bertemu dengan Allah dan menerima wahyu perintah sholat lima waktu. Kewajiban sholat yang diberikan kepada umat islam ini disampaikan Allah secara langsung dalam tatap muka (munajat) dengan Nabi-Nya. Hal ini menunjukkan kedudukan sholat yang amat penting dan istimewa di mata Allah dan dalam agama Islam. Dengan demikian, sholat sendiri memang amat erat kaitannya dengan peristiwa mi’raj itu sendiri.
Lalu, apa makna dari ungkapan: sholat adalah mi’raj orang beriman?
Sholat disebut mi’raj orang beriman karena pada saat sholat, seorang yang beriman dalam hakikatnya sedang bermunajat, bercengkerama, berbicara, berkomunikasi, berdoa secara langsung kepada Allah. Hal ini amat mirip secara spiritual, secara ruhaniyah, dengan peristiwa mi’raj yang dialami oleh Nabi Muhammad di atas.
Hadits-hadits berikut ini semakin menunjukkan kedudukan shalat sebagai sarana bagi seorang beriman untuk bermunajat, menghadirkan wajah dan hatinya di hadapan Allah, atau ber-mi’raj kepada Allah.
“Sesungguhnya kalian apabila shalat maka sesungguhnya ia sedang bermunajat (bertemu) dengan Tuhannya, maka hendaknya ia mengerti bagaimana bermunajat dengan Tuhan.”(HR. Hakim).
قَالَ اللَّه٠تَعَالَى قَسَمْت٠الصَّلَاةَ بَيْنÙÙŠ وَبَيْنَ عَبْدÙÙŠ Ù†ÙصْÙَيْن٠وَلÙعَبْدÙÙŠ مَا سَأَلَ
“Allah berfirman, “Aku membagi shalat antara Aku dengan hambaKu, & hambaku mendapatkan sesuatu yang dia pinta“.
Bayangkan, saat anda membaca “Alhamdulillahirabbil ‘aalamiin†Tuhanmu dari atas langit ke tujuh menjawab, “HambaKu memujiKu“
ÙˆÙŽØ¥Ùذَا قَالَ: { الرَّØْمَن٠الرَّØÙيم٠} قَالَ اللَّه٠تَعَالَى أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدÙÙŠ ÙˆÙŽØ¥Ùذَا قَالَ: { مَالÙك٠يَوْم٠الدّÙين٠} قَالَ مَجَّدَنÙÙŠ عَبْدÙÙŠ وَقَالَ مَرَّةً Ùَوَّضَ Ø¥Ùلَيَّ عَبْدÙÙŠ ÙÙŽØ¥Ùذَا قَالَ: { Ø¥Ùيَّاكَ نَعْبÙد٠وَإÙيَّاكَ نَسْتَعÙين٠} قَالَ هَذَا بَيْنÙÙŠ وَبَيْنَ عَبْدÙÙŠ ÙˆÙŽÙ„ÙعَبْدÙÙŠ مَا سَأَلَ ÙÙŽØ¥Ùذَا قَالَ: { اهْدÙنَا الصّÙرَاطَ الْمÙسْتَقÙيمَ صÙرَاطَ الَّذÙينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهÙمْ غَيْر٠الْمَغْضÙوب٠عَلَيْهÙمْ وَلَا الضَّالّÙينَ } قَالَ هَذَا Ù„ÙعَبْدÙÙŠ ÙˆÙŽÙ„ÙعَبْدÙÙŠ مَا سَأَلَ
“Jika hamba tersebut mengucapkan, “Arrahmaanirrahiim.†(Yang Maha pengasih lagi Maha Penyayang) Ku-jawab, “HambaKu memujiKu lagiâ€
Jika hamba-Ku mengatakan: “Maaliki yaumiddiin †(Penguasa di hari pembalasan), Ku-jawab, “Hamba-Ku menyanjung-Ku.â€
Dia juga berfirman, “HambaKu menyerahkan urusannya kepadaKu.â€
Jika hamba-Ku mengatakan: “Iyyaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin†(hanya kepada-Mu kami menyembah, dan hanya kepada-Mu kami meminta tolong). Ku-jawab,†Inilah batas antara Aku dan hamba-Ku, dan baginya apa yang dia minta…â€
Jika hamba-Ku mengatakan: “Indinas Shiraatal mustaqiim. Shiraatal ladziina an-‘amta ‘alaihim ghairil mafhdhuubi ‘alaihim waladh dhzaalliiin..†(Tunjukkanlah kami jalan yang lurus, yaitu jalannya orang-orang yang telah Engkau beri nikmat. Bukan jalan orang-orang yang Kau murkai dan bukan jalan orang-orang yang sesat), Ku-jawab, “Inilah bagian hamba-Ku, dan baginya apa yang dia minta.â€Â (HR. Muslim no. 598).
Hadist qudsi diatas sangat memperjelas bahwa terjadinya komunikasi seorang hamba kepada Allah adalah saat sholat. Jadi, benarlah ungkapan bahwa: sholat adalah mi’raj orang beriman.