Paling Sering Dilihat

  • Kalender Islam NU Tahun 2023 – Versi PDF (80,423)
    Lembaga Falakiyah Nahdlatul Ulama (LFNU) telah menerbitkan Kalender Islam Tahun 2023 M yang mendasarkan tanggal-tanggal islam dengan hisab imkanur rukyat sesuai kriteria MABIMS yang baru (Kriteria 364). NU memberi tajuk kalender ini sebagai: "Almanak 2023 (1444/1445 H)". Kalender ini meliputi… <a href="https://blog.al-habib.info/id/2019/11/rukun-khutbah-jumat-dalam-madzhab-islam/" class="more-link">Continue Reading <span class="meta-nav">→</span></a>
  • Kalender Islam NU 2022 M dari Lembaga Falakiyah Nahdlatul Ulama (38,193)
    Catatan: [alert]Info 1 Rajab 1443 H (2022 M)[/alert] NU Menetapkan Kriteria Imkan Rukyat Baru: kemungkinan berdampak kepada mundurnya 1 Ramadhan 1443 H menjadi bertepatan dengan Ahad, 3 April 2022. Sebelumnya, Pemerintah RI juga sudah memutuskan untuk menggunakan kriteria yang sama,… <a href="https://blog.al-habib.info/id/2019/11/rukun-khutbah-jumat-dalam-madzhab-islam/" class="more-link">Continue Reading <span class="meta-nav">→</span></a>
  • Koleksi Kata Mutiara Islam Bertambah (36,548)
    Widget "Kata Mutiara Islam Harian" yang diluncurkan bebarapa waktu lalu, alhamdulillah, cukup mendapat hati dari para pengunjung. Ia telah digunakan oleh lebih dari 1000 orang hingga saat ini. Hari ini saya berkesempatan menambah koleksi kata mutiara yang akan ditampilkan pada… <a href="https://blog.al-habib.info/id/2019/11/rukun-khutbah-jumat-dalam-madzhab-islam/" class="more-link">Continue Reading <span class="meta-nav">→</span></a>

Rukun Khutbah Jumat dalam Madzhab Islam

Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. Di dalam kitab Al-Fiqh ‘Alal Madzhabil Arba’ah (Fiqih Menurut Madzhab Empat) I/390-391, karya Abdurrahman al-Jaziri, disebutkan pendapat empat madzhab tentang rukun-rukun khutbah Jumat. Ringkasnya sebagai berikut:

1. Hanafiyyah.

Mereka berpendapat, bahwa khutbah memiliki satu rukun saja. Yaitu dzikir yang tidak terikat atau bersyarat. Meliputi dzikir yang sedikit ataupun banyak. Sehingga untuk melaksanakan khutbah yang wajib, cukup dengan ucapan hamdalah atau tasbih atau tahlil. Rukun ini untuk khutbah pertama. Adapun pada khutbah kedua, hukumnya sunnah.

2. Syafi’iyyah.

Mereka berpendapat, bahwa khutbah memiliki lima rukun:

a. Hamdalah, pada khutbah pertama dan kedua.

b. Shalawat Nabi, pada khutbah pertama dan kedua.

c. Wasiat takwa, pada khutbah pertama dan kedua.

d. Membaca satu ayat al-Quran, pada salah satu khutbah.

e. Mendoakan kebaikan untuk mukminin dan mukminat dalam perkara akhirat pada khutbah kedua.

3. Malikiyyah.

Mereka berpendapat, bahwa khutbah memiliki satu rukun saja. Yaitu, khutbah harus berisi peringatan atau kabar gembira.

4. Hanabilah.

Mereka berpendapat, bahwa khutbah memiliki empat rukun.

a. Hamdalah, pada awal khutbah pertama dan kedua.

b. Shalawat Nabi.

c. Membaca satu ayat al-Quran.

d. Wasiat takwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Demikianlah keterangan yang ada alam kitab al-Fiqh ‘Alal Madzhabil Arba’ah. Akan tetapi, berkaitan dengan madzhab Hanafiffyah dan Malikiyyah ada keterangan lain. Yaitu sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Abdul Aziz bin Muhammad dalam kitab Imamatul Masjid, Fadhluha Wa Atsaruha Fid Dakwah, hal. 82. Beliau berkata, “Adapun (para ulama) Hanafiyyah dan Malikiyyah, mereka tidak menjadikan rukun, rukun untuk khutbah Jum’at. Para ulama Hanafiyyah berkata. ‘Jika (khatib) mencukupkan dengan dzikrullah, (maka) hal itu boleh. Tetapi dzikir ini harus panjang yang dinamakan khutbah.’” (Lihat al-Ikhtiyar, I/83, karya al-Maushuli al-Hanafi).

Adapun para ulama Malikiyyah mengatakan, “Tidaklah khutbah mencukupi, kecuali apa yang dapat disebut dengan nama khutbah.” (Lihat al-Kafi, karya al-Qurthubi, I/251).

Dengan keterangan di atas nampaklah, bahwa madzhab Hanafiyyah dan Malikiyyah dalam hal ini sama.

Kemudian -sebagaimana telah kita ketahui– bahwa sebagian umat Islam di Indonesia ini menyatakan mengikuti madzhab -yaitu kebanyakan mengikuti madzhab Syafi’iyyah. Sehingga mereka berkeyakinan, bahwa membaca shalawat Nabi dalam khutbah Jumat merupakan rukun. Jika ditinggalkan khutbahnya menjadi tidak sah! Namun, benarkah keyakinan demikian?

Meninggalkan Shalawat Nabi dalam Khutbah Jumat

Dalam masalah ini, cukuplah kami nukilkan dari sebagian perkataan ulama yang telah dikenal konsistennya dalam berpegang kepada al-Kitab dan as-Sunnah.

Syaikh al-Imam Shidiq Hasan Khan rahimahullah berkata, “Ketahuilah, bahwa khutbah (Jumat) yang disyariatkan ialah yang biasa dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Yaitu berupa menganjuran (kebaikan) kepada manusia dan mengancam mereka (dari keburukan). Sebenarnya inilah yang merupakan ruh khutbah. Atas landasarn inilah khutbah disyariatkan.

Adapun mensyaratkan dengan hamdalah atau shalawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, atau membaca suatu ayat al-Quran, maka semuanya itu keluar dari tujuan maksimal disayariatkannya khutbah Jumat. Dan kebetulan, yang semisal dengan hal itu terdapat dalam khutbah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidaklah berarti menunjukkan bahwa hal itu merupakan tujuan yang wajib dan syarat yang harus ada. Orang yang insyaf tidak akan ragu, bahwa tujuan maksimal (khutbah Jumat) adalah nasihat, bukan yang dilakukan sebelumnya yang berupa hamdalah dan shalawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Telah menjadi kebiasaan bangsa Arab yang terus berlaku, bahwa jika seseorang di antara mereka berkehendak berdiri pada suatu tempat dan mengatakan suatu perkataan, maka dia memulai dengan memuji AllahSubhanahu wa Ta’ala. Dan ber-shalawat kepada Rasul-Nya. Alangkah bagusnya hal ini dan alangkah utamanya! Akan tetapi, hal seperti itu bukanlah tujuan, bahkan tujuannya adalah apa yang ada setelahnya.

Nasihat di dalam khutbah Jumat itulah yang dimaksudkan oleh hadits. Maka, jika seorang khatib telah melakukannya, berarti ia telah melakukan perbuatan yang disyariatkan. Tetapi, jika ia membuka khutbahnya dengan sanjungan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan shalawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, atau dalam nasihatnya ia membawakan ayat-ayat al-Quran yang menyentuh hati, maka hal itu lebih sempurna dan lebih baik.

Adapun membatasi kewajiban apalagi persyaratan (yakni rukun -red.) pada hamdalah dan shalawat, dan menjadikan nasihat (dalam khutbah) termasuk perkara-perkara yang dianjurkan saja, maka ini membalik pembicaraan dan mengeluarkan dari bentuk yang diterima oleh orang-orang yang agung.

Tulisan nemu.

Habib bin Hilal

Habib bin Hilal adalah pengelola dan Editor dari blog ini serta situs Alhabib - Mewarnai dengan Islam.

Recent Posts

Informasi Awal Bulan Jumadal Akhirah 1446 H

    Secara hisab, Ijtima’ akhir Jumada al-Ula 1446 H terjadi hari Ahad, 1 Desember…

3 minggu ago

Foto-foto Bulan Sabit 1 Jumadil Awal 1446 H

Berdasarkan hisab visibilitas hilal 1 Jumadil Awal 1446 H, bulan sabit pertama akan bisa diamati…

2 bulan ago

Unduh Kalender Islam 2025, Resmi dari Kemenag RI

Kementerian Agama Republik Indonesia telah secara resmi merilis Kalender Islam 2025. Kemenag RI memberi tajuk…

2 bulan ago

Kapan 1 Rabiul Akhir 1446 H Dimulai?

Bulan Rabiul Akhir 1446 H ditandai dengan ijtimak siklus bulan ke-17.344 dalam kalender hijriyah yang…

3 bulan ago

Koleksi Foto Bulan Sabit (Hilal) 1 Dzulhijah 1445 H

Prosesi rukyatul hilal atau melihat hilal awal bulan Dzulhijah telah dilakukan di berbagai negara pada…

7 bulan ago

Hilal Terlihat, Arab Saudi Tetapkan 1 Dzulhijah 1445 H Jatuh Pada Hari Jumat, 7 Juni 2024

Berdasarkan keputusan Mahkamah Agung Arab Saudi kemarin petang waktu setempat, ditetapkan bahwa 1 Dzulhijah 1445…

7 bulan ago