Beberapa hari menjelang Idul Fitri ada tersebar pesan WhatsApp yang terkesan menyalahkan ucapan selamat lebaran yang biasa berlaku di masyarakat Indonesia. Ucapan Minal aidin wal faizin, atau ucapan mohon maaf lahir batin dikatakan tidak sesuai sunnah Nabi. Kita diminta hanya mengucapkan “Taqobbalallahi minna wa minkum” saja.
Benarkah umat islam hanya boleh mengucapkan satu jenis kalimat kegembiraan di hari raya Idul Fitri ini?Â
Berikut ini adalah tulisan dari Ust. Abdullah Haidir, Lc. di Manhajuna.com yang menanggapi hal tersebut:
Saya beberapa kali dikirimi pertanyaan tentang ucapan selamat pada hari Idul Fitri, benarkah ucapan seperti “Minal aidin wal fa’izin… mohon maaf lahir batin..†adalah ucapan yang tidak boleh diucapkan sebagai ucapan selamat pada hari Idul fitri. Dan yang benar adalah ucapan taqabbalallahu mina wa minkum.
Menyatakan bahwa ungkapan “taqabbalallahu minna wa minkum†sebagai tahni’ah (ucapan selamat) yang lebih utama saat Idul Fitri memang ada benarnya karena  terdapat riwayat bahwa para sahabat saling mengucapkan demikian pada hari Id. Meskipun para ulama juga sempat memperbincangkan derajat riwayat ini dan juga kesimpulannya. Akan tetapi menyatakan tidak boleh mengucapkan redaksi lainnya, apalagi yang sudah kadung akrab diucapkan dan didengar di tengah masyarakat seperti ucapan “Minal aidin wal fa’izin†atau “mohon maaf lahir batin†adalah sikap yang terlalu terburu-buru menghukumi sesuatu, bahkan cenderung tidak bijak menyikapi keragaman dan hanya akan menambah kebingungan sebagian awam, atau bahkan sedikit atau banyak dapat menimbulkan gesekan yang tidak perlu.
Idul Fitri, sebagaimana Idul Adha, adalah hari raya umat Islam. Selain memiliki nilai ibadah dengan ritual tertentu, hari Id, sebagaimana umumnya hari raya, juga sarat dengan muatan-muatan sosial, dan efeknya adalah pengaruh adat dan budaya setempat sedikit banyak akan mempengaruhi. Maka, disamping perkara-perkara ibadah yang sama disepakati, tak mengherankan jika Idul Fitri di berbagai belahan dunia Islam memiliki ciri khas, adat dan budaya tersendiri. Seperti dalam hal makanan, pakaian, hiasan dan ornamen dan symbol-simbol, hingga masalah kebiasaan di tengah masyarakat, seperti mudik, saling berkunjung, dll. Akan tetapi substansinya sama, kegembiraan, kebahagiaan, dan kesemarakan dalam naungan iman di antara kaum muslimin. Sejauh ini, tidak ada yang mengingkari adanya budaya dan kebiasaan-kebiasaan yang berbeda antara satu negeri dengan negeri lainnya.
Termasuk yang dapat dimasukkan dalam hal ini adalah masalah tahni’ah (ucapan selamat). Masing-masing negeri biasanya memiliki tahni’ah yang khas di hari raya ini. Maka memaknai masalah ini dari sudut pandang budaya dan adat istiadat, lebih ringan dan lebih luwes ketimbang dilihat dari sudut pandang ibadah semata, atau dinilai secara hitam putih, sehingga memberikan kesan agama ini terasa sempit dan anti adat istiadat.
Bahkan di negeri-negeri Arab pun, selain ucapan ‘taqabbalallahu minna wa minkum’ juga biasa diucapkan tahni’ah dengan redaksi beragam, seperti: ‘kullu aamin wa antum bikhairin’, ‘Iedun sa’iid’, ‘Id mubaarak’ plus doa-doa yang biasanya menyertai. Ucapan-ucapan tersebut tentu saja tidak ada riwayatnya dan sandaran dalilnya, namun tidak kita dengar pendapat ulama mu’tabar yang mengingkarinya. Karena memang ini hanyalah masalah adat istiadat yang semestinya disikapi dengan luwes dan hukum asalnya adalah boleh, sepanjang tidak menabrak kaidah-kaidah syariat secara prinsip.
Jadi, ucapan ‘minal aidin wal faizin’ atau ‘mohon maaf lahir batin’ dapat dipahami dari sisi ini, dan karenanya dia tidak terlarang diucapkan, anggaplah hal itu bagian dari keragamana budaya yang menjadi khazanah Islam, khususnya di negeri kita.. Wallahu a’lam.
Semoga bermanfaat.Â