Kongres Kalender Hijri Persatuan Internasional di Turki pada akhir bulan Mei 2016 (Sya’ban 1437 H) telah menghasilkan ketetapan untuk mengusung Kalender Hijri Global (Unifikasi atau Persatuan) yang diusulkan oleh ilmuwan Maroko, Jamaluddin Abdurraziq sebagai kalender hijriyah bagi seluruh kaum muslimin di dunia. Namun, rilis resmi dari Kongres ini belum ditemukan pada situs resminya: www.hijritaqwim.com.
Jamaluddin Abdurraziq bukanlah nama yang asing di kalangan penggagas penyatuan kalender islam internasional. Ia sudah menyampaikan konsep kalender islam global-nya di awal tahun 2000-an dalam berbagai kesempatan melalui buku, makalah maupun presentasi pada berbagai acara internasional.
Berikut ini adalah konsep Abdurraziq yang dituangkan dalam bukunya: at-Taqwim al-Qamari al-Islami al-Muwahhad, tahun 2004, sebagaimana diterjemahkan oleh SofianAsma. Kalender Hijriyah Persatuan harus memenuhi tujuh syarat berikut ini:
- Syarat sebuah kalender, yakni memposisikan hari dalam aliran waktu yang teratur dan pasti dengan prinsip satu hari satu tanggal dan satu tanggal satu hari untuk seluruh dunia. Kalender adalah sarana untuk menentukan sebuah tanggal di suatu hari dalam satu tahun tanpa adanya kerancuan. Ini artinya bahwa sebuah kalender harus memuat pengertian kapan dan dimana sebuah hari dimulai dan berakhir. Kalender juga harus didasarkan pada perhitungan yang dapat dipakai secara mudah dan tidak dapat diintervensi oleh “pihak lain†di luar sistem yang sudah diterapkan di dalamnya.
- Berdasarkan pada peredaran faktual bulan karena kalender ini adalah kalender qamariah. Artinya bahwa umur hari dalam satu bulan adalah 29 atau 30 hari, dan satu tahun terdiri dari 12 bulan sebagaimana ketentuan dalam surat at-Taubah: 36. Selain itu, kalender inipun harus dapat diterapkan baik untuk kepentingan sipil maupun untuk kepentingan ibadah sebagaimana petunjuk dalam surat al-Baqarah: 189
- Bulan baru dapat dimulai apabila telah terjadi konjungsi sehingga bulan telah selesai satu putaran sinodis. Bulan qamariah tidak akan dimulai jika ada satu tempat di bumi ini yang belum mengalami konjungsi di bulan itu.
- Syarat imkan rukyah, yaitu masuknya bulan baru hijriah yang didasarkan pada kemungkinan hilal bisa dilihat. Bulan baru hijriah tidak boleh dimulai di bagian bumi manapun tanpa adanya keyakinan bahwa hilal sudah mungkin dirukyah di belahan bumi manapun.
- Tidak boleh menunda masuknya bulan baru ketika hilal sudah terlihat dengan mata telanjang (tanpa alat).
- Berlaku di seluruh dunia secara terpadu tanpa membagi bumi dalam zona-zona. Karena kalender yang ditawarkan adalah kalender unifikasi, maka harus dapat diterapkan untuk seluruh umat Islam di seluruh dunia, tidak terbatas pada dunia Islam saja karena Islam adalah agama untuk seluruh dunia yang shalih li kulli zaman wa makan. Dengan kata lain, kalender ini mampu menyatukan hari-hari besar umat Islam di seluruh dunia.
- Bersifat global, yaitu sistem waktu yang dipakai adalah yang sejalan dengan kesepakatan dunia tentang waktu. Sistem pergantian hari pada waktu terbenam matahari (at-tauqit al-ghurubi) tidak lagi dapat diterapkan dalam kalender ini karena sifatnya yang lokal dan berubah menurut perbedaan tempat dan musim (ar-Raziq: 2006b).
Konsep Hari Universal
Berdasarkan pada kajian yang dilakukannya tentang gerak Bulan secara global guna mendukung proyek kalender hijriah terpadunya, Abdurraziq kemudian mencetuskan apa yang disebutnya dengan “Hari Universalâ€. Hari Universal adalah lama (durasi) waktu suatu hari dari pukul 00:00 hingga pukul 00:00 berikutnya di seluruh dunia, tidak pada satu lokasi tertentu. Durasi waktu Hari Universal ini di seluruh dunia adalah 48 jam. Hari Jum’at, misalnya, di seluruh dunia lamanya adalah 48 jam. Hari Jum’at tersebut mulai pada garis bujur 180° BT pada pukul 00:00 waktu setempat dan berakhir pada garis bujur 180° BB pada pukul 00:00 waktu setempat malam Sabtu. Lama waktu tersebut adalah 48 jam.
Dari konsep tentang Hari Universal itulah kemudian Jamaluddin Abdurraziq merumuskan kaidah hisab untuk Kalender Hijriah Persatuan (Unifikasi, Global) yang diusulkannya, yaitu: “Apabila waktu konjungsi sama atau lebih besar dari pukul 00:00 dan lebih kecil dari pukul 24:00 dari suatu Hari Universal, maka awal bulan qamariah baru jatuh pada Hari Universal berikutnya†(Abdurraziq, 2006).
Kaidah Sederhana Penentuan Awal Bulan Kalender Islam Persatuan
Apabila kaidah ini dibahasakan dengan konsep hari yang biasa dipahami, maka artinya adalah:
- Apabila konjungsi terjadi pada pukul 00:00 WU (GMT) hingga menjelang 12:00 WU (GMT) (periode pagi), maka bulan qamariah akan dimulai sehari setelah konjungsi.
- Apabila konjungsi terjadi pada jam 12:00 WU (GMT) hingga menjelang jam 24:00 WU (GMT) (periode petang), maka bulan qamariah akan dimulai dua hari setelah konjungsi (Anwar, 2008: 141).
Sekilas konsep ini mirip dengan apa yang diusung oleh Khalid Shaukat dengan situs moonsighting.com. Ia berusaha menjadikan kelender ini sesederhana mungkin dengan menggunakan informasi ijtima’ (konjungsi) saja namun tetap memperhatikan kemungkinan terlihatnya hilal di mana saja (imkan rukyat global) pada hari penetapan awal bulan.
Ketidaksesuaian dengan Imkan Rukyat
Muhammad Odeh sempat menganalisa kaidah penentuan awal bulan usulan Kalender Islam Persatuan ini dengan menerapkan kriteria visibilitas hilal yang sudah dikembangkannya dan melihat ada ketidaksesuaian dengan imkan rukyat yang diharapkan pada konsep di atas. Prosentase dimulainya bulan baru hijriah pada saat hilal mustahil dirukyah (karena posisi hilal yang masih di bawah ufuk) dalam kalender ini mencapai 17% dalam 60 bulan, sedangkan pada kasus hilal tidak mungkin dirukyah mencapai 23% dalam 60 bulan (Odeh, 2006).
Prosentase yang cukup besar (40 % totalnya) dari awal bulan dalam kalender islam persatuan usulan Abdurraziq yang tidak sesuai dengan imkan rukyat ini pula yang membuat dua Syaikh, Yusuf Qaradhawi dan Sa’ad al-Khatslan (Arab Saudi) berkeberatan dengan konsep ini. Bisa dibayangkan dalam 4 atau 5 bulan setiap tahun, kaum muslimin akan memulai bulan hijriyah baru tanpa ada kabar bahwa bulan sabit (hilal) sudah terlihat pada petang hari sebelumnya. Hal ini akan menyisakan keberatan pada kaum muslimin yang masih menganggap rukyatul hilal sebagai sebuah ibadah terkait Ramadhan.
Selain itu, ketidaksesuaian ini juga melanggar syarat nomor 4 yang ia gariskan untuk kalender hijriyah persatuan ini (lihat di atas).
Pemilik Blog ini sendiri berharap kaidah hisab imkan rukyat kriteria mutakhir (misal perhitungan visibilitas hilal oleh Odeh atau Shaukat, sebagaimana tersaji dalam HilalMap) yang digunakan dalam penetapan awal bulan hijriyah dalam konsep Kalender Hijriyah Persatuan ini. Memang informasi waktu konjungsi dapat diperoleh dengan gampang, tetapi perhitungan visibilitas hilal pun sudah dapat tersedia dengan cepat dengan berbagai software di masa sekarang ini. Jadi sebenarnya tidak terlalu berbeda. Keuntungan menggunakan kriteria visibilitas hilal secara global adalah kesesuaian awal bulan hijriyah yang ditetapkan dengan fakta rukyatul hilal global di lapangan.
***
Kalender Hijriyah Persatuan berbasis ijtima’ (konjungsi) bulan telah memasuki era internasionalisasi dengan keputusan Kongres di Turki tahun 2016 ini. Semoga ini merupakan langkah maju dalam penyatuan kalender islam di seluruh dunia.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurraziq, Jamaluddin, 2004, at-Taqwim al-Qamari al-Islami al-Muwahhad, Rabat: Marsam
———–, 2006a, Bidayah al-Yaum wa Bidayah an-Nahar, Makalah disampaikan dalam Ijtima’ al-Khubara’ li Dirasah Maudhu’ Dhabt Matali’ asy-Syuhur al-Qamariyyah ‘inda al-Muslimin di Rabat pda tanggal 9 dan 10 Nopember 2006. Diakses dari www.amastro.ma/articles.htm pada tanggal 3 Nopember 2010.
————, 2006b, at-Taqwim al-Qamari al-Islami al-Muwahhad, Makalah disampaikan dalam Ijtima’ al-Khubara’ li Dirasah Maudhu’ Dhabt Matali’ asy-Syuhur al-Qamariyyah ‘inda al-Muslimin di Rabat pda tanggal 9 dan 10 Nopember 2006. Diakses dari www.amastro.ma/articles.htm pada tanggal 3 Nopember 2010.
Dasarnya kan “Hilal”, ya kami mendukung aja subtansi yang tepat dalam penentuan hilal secara ilmiah dan kajian islam.
Assalaamu’alaykum, sekedar advis, sesungguhnya petunjuk Nabi Muhammad SAW sudah sangat jelas, yakni memulai awal puasa Romadlooon itu jika ada seorang muslim yang sudah melihat Hilal, mengutip HR. Imam Malik No.557 & 559, Imam Ahmad No.4258 & 5042, Imam Ad-Darimi No.1622 & 1628, HR. Imam Bukhori No.1773 & 1774, Imam Muslim No.1795, 1797, 1800 & 1810, Imam Abu Dawud.No.1976 & 1982, Imam Tirmidzi No.624 dan Imam Nasa’i No.2092 &2093 : Telah menceritakan kepada kami, dari Ibnu Umar RA dan atau Abu Huroyroh RA, bahwa Nabi SAW pernah bersabda; Janganlah kalian berpuasa sebelum melihat Hilal dan jangan pula kalian berbuka sebelum melihatnya, apabila kalian mengalami tidak melihatnya, maka hitunglah bilangannya menjadi Tiga Puluh Hari”. Oleh karena itu, jika menginginkan membuat Kalender Hijriyah dengan perhitungan yang akurat, maka sebaiknya dilakukan riset selama 3 x siklus, dimana satu siklus berdurasi 4 tahun yakni 3×4= 12 tahun. Kemudian selama 12 tahun tersebut, pada setiap bulan barunya dilakukan penghitungan dan pengamatan akan ketinggian Hilal, maka catatlah hasil perhitungan dan pengamatan selama 12 tahun tersebut dan dari pengamatan tersebut, maka kita dapat mengambil nilai ketinggian Hilal yang terendah namun masih bisa diamati oleh mata (diperbolehkan menggunakan alat bantu teleskop), sebagai patokan awal dimulai bulan baru Hijriyah, Adapun tempat riset sebaiknya di Mekah berdekatan dengan Ka’bah Adapun ketidak sependapatnya adalah adanya hari Universal yang berdurasi 48 jam, hal ini telah menyimpang dari ketentuan waktu yang sudah lazim yakni 24 jam. Diingatkan, penggunaan Kalender Hijriyah itu sesungguhnya harus mencakup penunjukan waktu ibadah dan pergantian waktu pada umumnya. Wa assalaam.
saat berganti hari jam 00,00 (jam 12 malam) waktu setempat , akan sama halnya jika saat berganti hari jam 18,00 (magrib) di waktu setempat !
yang jelas awal berganti hari di IDL (internasional date line)
Tidak semua tempat maghribnya jam 18:00 Pak, dan tidak setiap hari maghrib di suatu tempat itu jam 18:00 Pak.