Wow, sebulan saja sudah penuh perjuangan, ini dianjurkan ditambah puasanya selama hampir seminggu? Buat apa lagi? Apalagi banyak acara silaturahim dan halal bi halal yang tentunya tak lepas dari makan-makan. Puasa 6 hari syawal terasa semakin berat saja dan jarang dilakukan.
Padahal ada hikmah besar dibalik puasa 6 hari syawal ini. Yang utama adalah bahwa puasa syawal ini merupakan penggenap dari puasa ramadhan agar kita dapat memperoleh pahala setara puasa satu tahun penuh.
“Barang siapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh.†(HR. Muslim).
Secara rasional, hitungan setahun ini berasal dari kebaikan yang dilakukan seorang hamba Allah. Apabila melakukan satu kebaikan maka akan dibalas sepuluh kebaikan yang semisal. “Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).†(QS. Al An’am: 160).
Rasulullah saw. juga telah menjabarkan “perhitungan” pahala ini:
“Allah telah melipatgandakan setiap kebaikan dengan sepuluh kali lipat. Puasa bulan Ramadhan setara dengan berpuasa sebanyak sepuluh bulan. Dan puasa enam hari bulan Syawal yang menggenapkannya satu tahun.” (H.R An-Nasa’i dan Ibnu Majah dan dicantumkan dalam Shahih At-Targhib).
Puasa Ramadhan selama sebulan berarti akan semisal dengan puasa 10 bulan. Puasa Syawal adalah enam hari berarti semisal dengan 60 hari yang sama dengan 2 bulan. Oleh karena itu, seseorang yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan syawal akan mendapatkan puasa seperti setahun penuh. (Lihat Syarh An Nawawi ‘ala Muslim, 8/56 dan Syarh Riyadhus Sholihin, 3/465).
Seorang hamba akan menunjukkan cintanya dengan melakukan apa yang diwajibkan oleh Allah atasnya. Semakin dalam kecintaannya, iapun akan melakukan ibadah yang disunnahkan atasnya. Puasa enam hari di bulan Syawal dalam hal ini, ibarat sholat-sholat sunnah rawatib yang mengiringi sholat-sholat wajib kita. Ia menjadi penjaga dari yang wajib, melengkapi kekurangannya dan menyempurnakan pahalanya.
Allah SWT berfirman dalam Hadis Qudsi, “Tiada yang paling Aku sukai dari hamba-Ku selain mendekatkan diri kepada-Ku dengan melakukan apa yang Aku wajibkan padanya. Apabila hamba-Ku mendekat pada-Ku dengan senantiasa melakukan hal-hal yang sunnah maka Aku mencintainya. Apabila Aku telah mencintainya, Aku menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, Aku menjadi matanya yang ia gunakan untuk melihat, Aku menjadi tangannya yang ia gunakan untuk mengambil (bertindak) dan Aku menjadi kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Dan, jika ia meminta pada-Ku, pastilah Aku beri, dan jika ia memohon perlindungan, pastilah Aku melindunginya.” (HR. Bukhari).
Anas bin Malik menceritakan bahwa Rosululloh Saw pernah bersabda kepadanya: “Wahai anakku, itulah sunnahku, barang siapa yang menghidupkan sunnahku berarti telah mencintaiku dan barang siapa mencintaiku maka dia bersamaku di surga†(HR Turmudzi)
Semoga bermanfaat.
Secara hisab, Ijtima’ akhir Jumada al-Ula 1446 H terjadi hari Ahad, 1 Desember…
Berdasarkan hisab visibilitas hilal 1 Jumadil Awal 1446 H, bulan sabit pertama akan bisa diamati…
Kementerian Agama Republik Indonesia telah secara resmi merilis Kalender Islam 2025. Kemenag RI memberi tajuk…
Bulan Rabiul Akhir 1446 H ditandai dengan ijtimak siklus bulan ke-17.344 dalam kalender hijriyah yang…
Prosesi rukyatul hilal atau melihat hilal awal bulan Dzulhijah telah dilakukan di berbagai negara pada…
Berdasarkan keputusan Mahkamah Agung Arab Saudi kemarin petang waktu setempat, ditetapkan bahwa 1 Dzulhijah 1445…