Pemerintah Indonesia telah menetapkan 1 Syawal 1432 H jatuh pada hari Rabu, 31 Agustus 2011. Keputusan ini berdasarkan pengamatan Hilal (rukyatul hilal) dari puluhan titik di seluruh wilayah indonesia yang tidak melihat Hilal. Dua klaim dilihatnya Hilal (bulan sabit) dari Cakung dan Jepara ditolak.
Sementara itu, Arab Saudi mengumumkan bahwa 1 Syawal 1432 H jatuh pada hari Selasa, 30 Agustus 2011. Keputusan ini berdasarkan klaim dilihatnya bulan sabit di wilayah itu. Keputusan ini kemudian banyak diikuti oleh banyak negara-negara lain.
Perbedaan penentuan seperti ini bukan hal yang baru dan sering membuat pertanyaan bagi kalangan awam/terpelajar. Pada dua kasus di atas, baik Indonesia maupun Arab Saudi mendasari keputusan berdasarkan bisa tidaknya bulan sabit dilihat (rukyatul hilal, namun hasilnya berbeda. Lalu bagaimana data ilmiah atau astronomis menilai perbedaan semacam ini? Manakah yang lebih kuat pijakan ilmiahnya?
Berikut adalah gambar kemungkinan dilihatnya hilal (bulan sabit) di dunia setelah saat matahari tenggelam pada tanggal 29 Agustus 2011.
Kriteria Khalid Shaukat (moonsighting.com)
Kriteria Muhammad Audah (Islamic Crescent Observation Project – ICOP)
Dari gambar di atas jelas sekali bahwa secara astronomis, baik wilayah Indonesia maupun Arab Saudi, tidak mungkin melihat bulan sabit baik dengan teropong maupun mata telanjang. Jadi, keputusan pemerintah indonesia menolak klaim dilihatnya bulan di Cakung dan Jepara memiliki dasar ilmiah yang kuat. Apalagi yang di Cakung menyebutkan ketinggian bulan 3,5 derajat yang jauh dari perhitungan astronomis sebesar maksimum 2 derajat untuk wilayah indonesia.
Bagaimana dengan Arab Saudi? Para kalangan ilmuwan sering kali mempertanyakan keputusan Majelis A’la (Qadha) mereka yang seperti sangat ringan dalam menerima laporan klaim dilihatnya bulan sabit meskipun secara astronomis tidak mungkin dilihat. Mereka menyayangkan beberapa keputusan mereka, yang seringkali diikuti oleh negara lain dan menjadikan perbedaan hari raya.
Wallah a’lam bish shawab. Semoga Allah menunjuki penguasa kaum muslimin untuk bisa bersepakat dengan kalender islam yang menyatukan umat.
Secara hisab, Ijtima’ akhir Jumada al-Ula 1446 H terjadi hari Ahad, 1 Desember…
Berdasarkan hisab visibilitas hilal 1 Jumadil Awal 1446 H, bulan sabit pertama akan bisa diamati…
Kementerian Agama Republik Indonesia telah secara resmi merilis Kalender Islam 2025. Kemenag RI memberi tajuk…
Bulan Rabiul Akhir 1446 H ditandai dengan ijtimak siklus bulan ke-17.344 dalam kalender hijriyah yang…
Prosesi rukyatul hilal atau melihat hilal awal bulan Dzulhijah telah dilakukan di berbagai negara pada…
Berdasarkan keputusan Mahkamah Agung Arab Saudi kemarin petang waktu setempat, ditetapkan bahwa 1 Dzulhijah 1445…
View Comments
seharusnya pemerintah harus lebih konsisten, mau make rukyat atau hisab. Jangan pake keduanya, bingung kan jadinya. Ketika ada yg melihat hilal ditolak pakai hasil hisab, ketika diajak pake hisab katanya harus pake rukyat. Sekaligus juga, buang tuh jadwal sholat yg ada di mesjid hasil hisab karena nabi gak nentuin waktu sholat beradasarkan hisab. Peace..
seharusnya pemerintah harus lebih konsisten, mau make rukyat atau hisab. Jangan pake keduanya, bingung kan jadinya. Ketika ada yg melihat hilal ditolak pakai hasil hisab, ketika diajak pake hisab katanya harus pake rukyat. Sekaligus juga, buang tuh jadwal sholat yg ada di mesjid hasil hisab karena nabi gak nentuin waktu sholat beradasarkan hisab. Peace..
imkanurrukyat = menggunakan hisab untuk memprediksi ketampakan hilal. Bukan menggunakan hisab untuk menentukan bulan ramadhan.
hisab dan rukyat dapt di satukan.dan itu bisa saling melengkapi..
sehingga dalam penentuan bulan ramadlan atau satu syawal dapat di terapkan keduanya. Rukyat sebagai metode konservatif dengan melihat hilal dapat diprediksi dengan hisab. Sehingga kemungkinan untuk melihat hilal, jika sudah diperidiksi dengan hisab akan lebih menambah ketepatan. Metode ini yang disebut dengan metode (imkanurrukyat/kemungkinan hilal untuk di rukyat)..
Dasar Hukum Penetapan tersebut adalah:
يَسْئَلÙونَكَ عَن٠اْلأَهÙلَّة٠قÙلْ Ù‡ÙÙŠÙŽ مَوَاقÙيت٠لÙلنَّاس٠وَالْØَجÙÙ‘ …
Mereka bertanya kepadamu tentang Hilal (bulan sabit). Katakanlah: "Hilal / Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji… (QS Albaqarah 189)
صÙوْمÙوا Ù„ÙرÙؤيَتÙه٠وَاÙØ·ÙرÙوا Ù„ÙرÙؤيَتÙÙ‡Ù ÙَاÙنْ غÙبÙّيَ عَلَيكÙمْ ÙَأَكْمÙÙ„Ùوا عÙدَّةَ شَعْبَانَ ثَلآثÙينَ (متÙÙ‚ عليه)
Berpuasalah bila kalian melihatnya (hilal) dan ahirilah shaum bila kalian melihatnya (hilal). Tetapi jika terhalang maka genapkanlah bilangan Sya’ban 30 hari. (Bukhori 1776)
صÙوْمÙوا Ù„ÙرÙؤيَتÙه٠وَاÙØ·ÙرÙوا Ù„ÙرÙؤيَتÙÙ‡Ù ÙَاÙنْ Ø£ÙغْمÙÙŠÙŽ عَلَيْكÙÙ… ÙَاقْدÙرÙوا لَه٠ثَلآثÙينَ (رواه مسلم)
bila kalian melihatnya (hilal) dan ahirilah shaum bila kalian melihatnya (hilal). Tetapi jika terhalang maka tetapkanlah (shaum) 30 hari. (Muslim 1796)
لَا تَصÙومÙوا Øَتَّى تَرَوْه٠ÙÙŽØ¥Ùنْ غÙÙ…ÙŽÙ‘ عَلَيْكÙمْ ÙَأَكْمÙÙ„Ùوا الْعÙدَّةَ ثَلَاثÙينَ
Janganlah kalian berpuasa hingga kalian melihatnya. Apabila kalian terhalang sempurnakanlah jumlahnya menjadi tiga puluh. (HR Bukhori 1774)
اÙذَا رَأيْتÙم٠الـهÙلاَلَ ÙَصÙوْمÙوا واÙذَا رَأَيْتÙÙ…Ùوه٠ÙÙŽØ£ÙŽÙْطÙرÙوا ÙَاÙÙ† غÙÙ…ÙŽÙ‘ عَلَيْكÙمْ ÙَصÙومÙوا ثَلاَثÙينَ يَوْمًا (رواه مسلم)
Apabila kalian melihat hilal, maka shaumlah dan jika kalian melihat hilal (kembali) maka ahirilah shaum. Tetapi jika terhalang (sehingga hilal tidak terlihat) shaumlah 30 hari (Muslim 1808)
Itstinbat dari dalil-dalil diatas adalah:
Awal bulan ditetapkan berdasarkan kemunculan hilal (bulan terlihat bercahaya)
Lafadz-lafadz: ÙَاÙنْ غÙبÙّيَ - ÙَاÙنْ Ø£ÙغْمÙÙŠÙŽ - ÙَاÙÙ† غÙÙ…ÙŽÙ‘ dalam hadits-hadit di atas mengandung makna jika bulan "ghumma/terhalang" atau "tidak terlihat sebagai hilal" (walaupun di atas ufuq) maka bulan tersebut tidak/belum wujud menjadi hilal atau tidak bisa disebut hilal
Berdasarkan penelitian astronomis bulan disebut hilal atau dapat diamati sebagai hilal jika saat maghrib:
tinggi bulan > 4Ëš dan elongasi bulan ( jarak bulan-matahari) > 6,4Ëš (Thomas Djamaluddin, 2010)
fraksi Iluminasi (prosentase piringan bulan yang menghadap bumi tercahayai matahari) > 0,5% umur bulan Lebih dari 8 jam
Dari penjelasan di atas, adalah sebuah kejelasan.bahwa, penetapan awal ramadlan atau satu syawal adalah dengan nampaknya hilal. Karena dengan nampaknya hilal. hilal perlu diprediksi dengan hisab. apakah hilal memiliki ketinggian yang dapat dilihat atau tidak. Misal berdasarkan hisab ketiggian hilal 3,9Ëš. Menurut penelitian, hilal tidak nampak pada ketinggian dibawah 4Ëš. Namun karena tinggi yang relatif tidak jauh. perlu di rukyat apakah hilal benar-benar nampak ato tidak. Jika berdasarkan rukyat ternyata hilal kelihatan, maka jelas satu ramadlan ato satu syawal jatuh pada malam itu.
Ada kasus lain pada zaman tabi'in. berdasarkan hisab, tinggi hilal telah lebih dari 4Ëš (harusnya hilal telah nampak). namun ketika di rukyat, hilal tidak nampak. Berdasarkan hadits rasulullah
"Apabila kalian melihat hilal, maka shaumlah dan jika kalian melihat hilal (kembali) maka ahirilah shaum. Tetapi jika terhalang (sehingga hilal tidak terlihat) shaumlah 30 hari (Muslim 1808).Sehingga ketika itu, walaupun hilal telah tinggi, namun tidak dapat di rukyat, ramadlan pada zaman itu di genapkan menjadi 30 hari..
Berbeda dengan jadwal sholat, penetapan awal bulan di tetapkan dengan predaran bulan, sementara jadwal sholat berdasarkan predaran matahari..inilah yang menyebabkan kenapa jadwal sholat tiap tahun dan bulannya tidak ada perbedaan. dan sesuai dengan hadits nabi, yang memerintahkan kita sholat dengan melihat peredaran matahari..
Wallahu a"lam..
kalender islam tentunya berlaku diseluruh dunia,bukan hanya di indonesia yang berhak menentukan awal bulan, dalam syariat Islam tidak berlaku yang namanya islam indonesia atau islam arab,atau islam amerika,jika ada umat islam dinegri lain yang melihat bulan sabit wajib tentunya yang lain mengikuti,bukannya membuat ajaran "baru" yakni islam nasionalis berdasar pada geografi semata dalam menjalankan syariat islam.tapi inilah bentuk keberhasilan orang kafir memecah belah umat islam
Subhanallah wal hamdulillah Allahu Akbar, jayalah Islam Rohmatan lil 'alamin.
yah... memang, ahli dari LAPAN juga sudah menerangkan demikian :)
ini kan masalah ibadah....harus berdasarkan dalil yg shahih dan pemahaman yang benar tentang hadist tsb...nah ini yang perlu di pelajari bukan adu main akal akalan.... apa ada dalilnya beribadah itu harus mengikuti keputusan organisasi........ini ujian besar utk jama'ah muhammadiyah apakah ia termasuk orang yg fanatisme golongan atau tidak...apakah ia termasuk ahlussunnah atau mu'tazilah/JIL/syiar dlll
thanks atas infonya,,, Berkunjung balik ya Bakso Press [ All About CSS, Jquery, Javascript etc ]
Melengkapi tulisan diatas, artikel dimaksud dapat di baca secara lengkap pada : ///sabq.org/sabq/user/news.do?section=5&id=29468
Sekedar informasi saja untuk memperkaya wacana. Polemik ternyata tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di Saudi Arabia. Silahkan dibaca:
PENENTUAN 1 SYAWAL 1432
DI SAUDI ARABIA MENYISAKAN POLEMIK
(Lihat tulisan aslinya pada : http://sabq.org/sabq/user/news.do?section=5&i...
Seperti diketahui bahwa pemerintah Saudi dalam menentukan Awal Tanggal Qomariyah untuk menentukan waktu- waktu ibadah seperti Romadhon- Syawal- Dzul Hijjah- selalu berdasar Rukyat. Kemudian atas dasar kesaksian orang yang mengaku melihat hilal dimalam Senin 29 Agustus- 2011 pula pemerintah Saudi menentukan 1 Syawal- 1432 jatuh hari Selasa 30- Agustus 2011. Ternyata keputusan tersebut menimbulkan polemic di Saudi. Diantara isi polemic tersebut adalah seperti yang di siarkan secara khusus oleh Harian Sabaq di Riyadh, yang dicoba untuk diterjemahkan sebagiannya sebagaimana tulisan dibawah ini:
Terjemahan oleh: KHD- Karawang,
Abdullah Barqawi – (SABAQ - 30-08-2011) – Riyadh - Saudi Arabia : Astronomical Society (Lembaga Masyarakat Astronomy/ Falak) di Jeddah, hari ini, mengeluarkan sebuah pernyataan yang menggegerkan yang membenarkan kurangnya kemampuan untuk melihat bulan sabit dari awal bulan Syawal 1432 kemarin, sebagaimana yang dipertanyakan oleh Lembaga Falakiyah Saudi yang meragukan cara menentukan malam bulan baru Syawal kemarin dan mengumumkan pernyataan itu pada Selasa hari pertama Iedul Fitri 1432 H.
Lembaga Astronomy/ Falakiyah tersebut mengatakan dalam sebuah pernyataan khusus oleh harian "SABAQ", yakni apa yang telah dilihat sebagai Hilal pada malam itu untuk penentuan Idul Fitri, kemungkinan adalah planet Saturnus (bintang Zuhal, bukan Hilal). Seperti diketahui bahwa planet Saturnus, setelah matahari terbenam, ia akan berada di selatan matahari, dan Lembaga Falakiyah mengkonfirmasi bahwa hal ini mengingatkan apa yang terjadi beberapa tahun yang lalu di Saudi dalam kejadian yang sama dengan planet Merkurius (bintang Athorid, yang juga disangkakan dan dianggap sebagai Hilal)....dst
Berita di http://luar-negeri.kompasiana.com/2011/09/01/saud... yang dikemukakan deen, adalah salah, penulisnya kompasianer mas jiddan sudah meralat berita itu dan sudah mohon maaf semua pengunjung situs itu. jadi berita arab saudi hari raya rabu 31 agustus 2011, dan membayar kifarat adalah tidak benar.