Baru saja diumumkan oleh FIANZ (Federasi Asosiasi Islam Selandia Baru) bahwa 1 Ramadhan 1443 H jatuh pada hari Senin, 4 April 2022 M. Hal ini disebabkan hilal atau bulan sabit Ramadan tidak bisa teramati di wilayah New Zealand pada hari Sabtu yang merupakan tanggal 29 Sya’ban menurut kalender islam lokal di sana. Dengan demikian bulan Sya’ban digenapkan menjadi 30 hari dan 1 Ramadhan 1443 H jatuh pada hari Senin, 4 April 2022.
Sebagai informasi, FIANZ menggunakan metode rukyat hilal lokal dan tidak mengikuti hasil rukyatul hilal di luar wilayah mereka atau yg satu zona waktu dengan mereka. Alhasil, meskipun di Australia – negeri besar yg terdekat – hilal terlihat pada hari Sabtu, FIANZ tetap menyempurnakan bilangan bulan Sya’ban karena di Selandia Baru hilal tidak terlihat.
Dampak Penerapan Rukyatul Hilal (atau Kriteria Lain) Secara Lokal
Dengan informasi ini, kaum muslimin di seluruh dunia memiliki paling tidak 3 hari yang berbeda dalam memulai puasa Ramadhan, bahkan untuk wilayah yang saling bertetangga. Wilayah Timur Tengah memulai puasa hari Sabtu, 2 April, sementara wilayah ASEAN mayoritas pada hari Ahad, 3 April, dan kini Selandia Baru pada hari Senin, 4 April.
Akan ada kasus menarik terkait puasa Ramadan dengan kondisi semacam ini, yaitu kondisi di mana masing-masing lokalitas menggunakan penanggalan hijriyah sendiri dan tidak saling mengakui terlihatnya hilal di negeri tetangga.
Misalnya, seorang muslim yang tinggal di Selandia Baru pergi umroh ke tanah suci Mekah pada akhir bulan Ramadan ini dan tinggal di Mekah hingga awal bulan Syawal. Ia memulai puasa di Selandia Baru pada tanggal 4 April. Di Saudi, umur bulan Ramadan misalnya 29 hari, maka saat berada di tanggal 29 Ramadan, muslim ini baru puasa 27 hari. Apakah ia harus menggenapkan puasanya menjadi minimum 29 hari – ataukah puasa 27 hari selama Ramadan itu sudah mencukupi karena ia mengikuti kalender islam lokal?
Keadaan sebaliknya juga bisa terjadi. Seorang muslim mengawali Ramadan di Mekah pada hari Sabtu, 2 April. Kemudian menjelang akhir Ramadan ia kembali ke tanah airnya di Selandia Baru. Pada saat hari ke-30 ia berpuasa, di Selandia Baru masih tanggal 28 Ramadan. Alhasil ia akan berpuasa paling tidak 31 hari dan bisa jadi 32 hari jika ternyata di Selandia Baru bulan Ramadan berumur 30 hari.
Demikianlah, di saat setiap negeri memberlakukan rukyatul hilal lokal masing-masing, para pelaku perjalanan global akan berpotensi mengalami kejadian seperti di atas: puasa Ramadan hanya 27 hari atau hingga 32 hari.
Semoga menjadi ibrah dan pemikiran para pemegang urusan kalender hijriyah umat islam.