Ya, Tara Hills harus terisolasi di rumahnya sendiri di Ottawa, Kanada, selama lebih dari seminggu bersama dengan 6 orang anaknya serta penyesalannya karena menolak imunisasi pertusis yang amat menular.
Pertusis dikenal juga sebagai batuk rejan, atau batuk 100 hari, merupakan infeksi dari kuman bakteri, menyebabkan batuk yang hebat dan tidak terkontrol serta ditandai dengan suara khas korbannya saat mencoba menarik nafas. Kadangkala, penyakit ini mengakibatkan kehilangan nyawa, terutama pada bayi di bawah satu tahun, demikian penjelasan dari Pusat Penyembuhan dan Pencegahan Penyakit Amerika.
Setelah memperoleh pengobatan dengan pemberian anti biotika, barulah Tara dan keluarganya bisa keluar dari isolasi.
“Saya selalu yakin bahwa kami benar,” kata Tara dalam sebuah wawancara dengan Washington Post. “Namun dalam prosesnya, kami menemukan betapa salahnya diri kami.”
Dalam tulisannya di TheScientificParent.org, Tara mengungkapkan berbagai alasan yang membuat orang ragu atau tidak percaya dengan imunisasi. Ia dan suaminya mengikutkan tiga anak mereka yang pertama dalam program imunisasi meskipun belum lengkap. Untuk keempat anak mereka selanjutnya, tidak ada yang diimunisasi.
“Kami berhenti [dari imunisasi] karena takut dan tidak tahu siapa yang harus dipercaya.” “Apakah masyarakat medis itu cuma boneka bayaran dari konspirasi Perusahaan Farmasi Besar – Pemerintah – dan Media Massa? Apakah vaksin-vaksin ini diperlukan di jaman sekarang ini? Apakah kita tanpa sadar lebih membahayakan anak-anak tersayang kita? Tak ada asap jika tidak ada api, maka kami akhirnya memilih sikap: ‘tak melakukan apapun dan berharap semua akan baik-baik saja.'”
Namun saat wabah kecil campak muncul di dekat tempat tinggal mereka, Tara amat khawatir. “Saya mempelajari lagi mengenai sains dan bukti-bukti terkait ketahanan massal (herd immunity) dan menemukan dirinya terbalut dengan rasa tanggung jawab yang amat nyata di hadapan Tuhan dan manusia. Saya temui dokter keluarga dan menyusun jadwal imunisasi lanjutan untuk anak-anak mereka,” demikian tulis Tara.
Namun, sebelum rencana itu terlaksana, ketujuh anaknya jatuh sakit terkena infeksi batuk rejan atau pertusis. Padahal, vaksin untuk pertusis telah tersedia di Kanada selama 70 tahun terakhir.
“Saat ini keluarga kami menerima akibat dari salah informasi dan kekhawatiran,” tulis Tara Hills. “Saya faham bahwa keluarga lain di sekitar kami bisa jadi marah kepada kami karena menempatkan anak-anak mereka dalam resiko [tertular penyakit]. Saya ingin mereka tahu bahwa kami hanya mencoba hal terbaik untuk melindungi anak-anak kami saat kami takut akan imunisasi. Kini kami juga berusaha yang terbaik, demi kebaikan semua orang, untuk melengkapi imunisasi anak-anak kami.”
Semoga bermanfaat.
Berdasarkan hisab visibilitas hilal 1 Jumadil Awal 1446 H, bulan sabit pertama akan bisa diamati…
Kementerian Agama Republik Indonesia telah secara resmi merilis Kalender Islam 2025. Kemenag RI memberi tajuk…
Bulan Rabiul Akhir 1446 H ditandai dengan ijtimak siklus bulan ke-17.344 dalam kalender hijriyah yang…
Prosesi rukyatul hilal atau melihat hilal awal bulan Dzulhijah telah dilakukan di berbagai negara pada…
Berdasarkan keputusan Mahkamah Agung Arab Saudi kemarin petang waktu setempat, ditetapkan bahwa 1 Dzulhijah 1445…
Secara hisab Ijtima’ akhir Ramadhan 1445 H. terjadi hari Selasa, 9 April 2024 M, pukul…