Majelis Ulama Indonesia (MUI), sebagai sebuah lembaga yang berusaha dan seharusnya menjadi rujukan umat islam di Indonesia sangat memperhatikan permasalahan perbedaan hari berpuasa dan berlebaran yang selalu saja terjadi hampir setiap tahun di Indonesia. Pada tahun 2004, MUI telah memfatwakan bahwa Pemerintah RI dalam hal ini diwakili oleh Menteri Agama diberi kewenangan untuk memutuskan kapan mulai puasa Ramadhan dan kapan lebaran Idul Fitri serta Idul Adhha.
Berikut ini adalah salinan dari fatwa tersebut. PDF fatwa ini bisa ditilik di tulisan lain terkait fatwa MUI ini.
بسم الله الرØمن الرØيم
FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor 2 Tahun 2004
Tentang
PENETAPAN AWAL RAMADHAN, SYAWAL,
DAN DZULHIJJAH
Majelis Ulama Indonesia, setelah :
MENIMBANG Â :
a. Â bahwa umat Islam Indonesia dalam melaksanakan puasa Ramadan, salat Idul Fitr dan Idul Adha, serta ibadah-ibadah lain yang terkait dengan ketiga bulan tersebut terkadang tidak dapat melakukannya pada hari dan tanggal yang sama disebabkan perbedaan dalam penetapan awal bulan-bulan tersebut;
b.  bahwa keadaan sebagaimana tersebut pada huruf a dapat menimbulkan citra dan dampak negatif terhadap syi’ar dan dakwah Islam;
c.  bahwa Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia pada tanggal 22 Syawwal 1424 H./16 Desember 2003 telah menfatwakan tentang penetapan awal bulan Ramadhan, Syawwal, dan Dzulhijjah, sebagai upaya mengatasi hal di atas;
d. Â bahwa oleh karena itu, Majelis Ulama Indonesia memandang perlu menetapkan fatwa tentang penetapan awal bulan Ramadhan, Syawwal, dan Dzulhijjah dimaksud untuk dijadikan pedoman.
MENGINGAT Â :
1. Â Firman Allah SWT, antara lain
Ù‡ÙÙˆÙŽ الَّذÙÙŠ جَعَلَ الشَّمْسَ ضÙيَاءً وَالْقَمَرَ Ù†Ùورًا وَقَدَّرَه٠مَنَازÙÙ„ÙŽ Ù„ÙتَعْلَمÙوا عَدَدَ السّÙÙ†Ùينَ وَالْØÙسَابَ
Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu…(QS Yunus [10]: 5)
يَا أَيّÙهَا الَّذÙينَ آمَنÙوا Ø£ÙŽØ·ÙيعÙوا اللَّهَ ÙˆÙŽØ£ÙŽØ·ÙيعÙوا الرَّسÙولَ ÙˆÙŽØ£ÙولÙÙŠ الْأَمْر٠مÙنْكÙمْ
Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah, taatlah kepada Rasul dan ulil-amri di antara kamu. (QS. an-Nisa’ [4]: 59)
2. Â Hadis-hadis Nabi s.a.w., antara lain
لاَ تَصÙومÙوا Øَتَّى تَرَوÙا الْهÙلَالَ، وَلاَ تÙÙْطÙرÙوا Øَتَّى تَرَوْهÙØŒ ÙÙŽØ¥Ùنْ غÙمَّ عَلَيْكÙمْ ÙَاقْدÙرÙوا Ù„ÙŽÙ‡Ù (رواه البخاري ومسلم عن ابن عمر
 “Janganlah kamu berpuasa (Ramadhan) sehingga melihat tanggal (satu Ramadhan) dan janganlah berbuka (mengakhiri puasa Ramadhan) sehingga melihat tanggal (satu Syawwal). Jika dihalangi oleh awan/mendung maka kira-kirakanlahâ€.(H.R. Bukhari Muslim dari Ibnu Umar)
صÙومÙوا Ù„ÙرÙؤْيَتÙÙ‡Ù ÙˆÙŽØ£ÙŽÙْطÙرÙوا Ù„ÙرÙؤْيَتÙÙ‡ÙØŒ ÙÙŽØ¥Ùنْ غÙبّÙÙŠÙŽ عَلَيْكÙمْ ÙَأَكْمÙÙ„Ùوا عÙدَّةَ شَعْبَانَ ثَلاَثÙينَ
“Berpuasalah (Ramadhan) karena melihat tanggal (satu Ramadhan). Dan berbukalah (mengakhiri puasa Ramadhan) karena melihat tanggal (satu Syawwal). Apabila kamu terhalangi, sehingga tidak dapat melihatnya maka sempurnakanlah bilangan Sya’ban tiga puluh hariâ€. (Bukhari Muslim dari Abu Hurairah).
عَلَيْكÙمْ بÙالسَّمْعÙØŒ وَالطَّاعَة٠وَإÙنْ ÙˆÙلّÙÙŠÙŽ عَلَيْكÙمْ عَبْدٌ ØَبَشÙيّÙ
“Wajib bagi kalian untuk taat (kepada pemimpin), meskipun yang memimpin kalian itu seorang hamba sahaya Habsyiâ€. (H.R. Bukhari dari Irbadh bin Sariyah).
3.  Qa’idah fiqh:
ØÙكْم٠الْØَاكÙم٠إلْزَامٌ وَيَرْÙَع٠الْخÙلَاÙÙŽ
“Keputusan pemerintah itu mengikat (wajib dipatuhi) dan menghilangkan silang pendapatâ€.
MEMPERHATIKAN Â :
1. Â Pendapat para ulama ahli fiqh; antara lain pendapat Imam al-Syarwani dalam Hasyiyah al-Syarwani:
ÙˆÙŽÙ…ÙŽØَلّ٠الْخÙلَاÙ٠إذَا لَمْ ÙŠÙŽØْكÙمْ بÙÙ‡Ù ØَاكÙÙ…ÙŒ. ÙÙŽØ¥Ùنْ ØÙŽÙƒÙŽÙ…ÙŽ بÙÙ‡Ù ØَاكÙÙ…ÙŒ يَرَاه٠وَجَبَ الصَّوْم٠عَلَى الْكَاÙَّة٠وَلَمْ ÙŠÙنْقَضْ الْØÙكْم٠إجْمَاعًا قَالَه٠النَّوَوÙيّ٠ÙÙÙŠ مَجْمÙوعÙÙ‡Ù ÙˆÙŽÙ‡ÙÙˆÙŽ صَرÙÙŠØÙŒ ÙÙÙŠ أَنَّ Ù„ÙلْقَاضÙÙŠ أَنْ ÙŠÙŽØْكÙÙ…ÙŽ بÙكَوْن٠اللَّيْلَة٠مÙنْ رَمَضَانَ
“Perbedaan tersebut masih dianggap apabila pemerintah belum memberikan ketetapan hukum mengenai permasalahan tersebut, jadi apabila pemerintah telah memberikan keputusan, maka semuanya wajib berpuasa, dan keputusan pemerintah tersebut tidak boleh dilanggar – berdasarkan kesepakatan para ulama’ -, sebagaimana dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam kitab Majmu’-nya. Penjelasan tersebut sangatlah jelas bahwa seorang hakim berhak memutuskan bahwa suatu malam adalah termasuk bulan romadhon.”
2. Â Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia tentang penetapan awal bulan Ramadhan, Syawwal, dan Dzulhijjah, tanggal 22 Syawwal 1424/16 Desember 2003.
2. Â Keputusan Rapat Komisi Fatwa MUI, tanggal 05 Dzulhijjah 1424/24 Januari 2004.
Dengan memohon ridha Allah SWT
MEMUTUSKAN
MENETAPKAN Â : Â FATWA TENTANG PENETAPAN AWAL RAMADHAN, SYAWAL, DAN DZULHIJJAH
Â
Pertama  :  Fatwa
1.  Penetapan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah dilakukan berdasarkan metode ru’yah dan hisab oleh Pemerintah RI cq Menteri Agama dan berlaku secara nasional.
2. Â Seluruh umat Islam di Indonesia wajib menaati ketetapan Pemerintah RI tentang penetapan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah.
3. Â Dalam menetapkan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah, Menteri AgamaÂ
wajib berkonsultasi dengan Majelis Ulama Indonesia, ormas-ormas Islam dan Instansi terkait.Â
4.  Hasil rukyat dari daerah yang memungkinkan hilal dirukyat walaupun di luar wilayah Indonesia yang mathla’nya sama dengan Indonesia dapat dijadikan pedoman oleh Menteri Agama RI.
Â
Kedua  :  RekomendasiÂ
Agar Majelis Ulama Indonesia mengusahakan adanya kriteria penentuan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah untuk dijadikan pedoman oleh Menteri Agama dengan membahasnya bersama ormas-ormas Islam dan para ahli terkait.Â
Jakarta, 05 Dzulhijjah 1424H
24 Januari 2004 M
MAJELIS ULAMA INDONESIA
KOMISI FATWA
Ketua
ttd
K.H. Ma’ruf Amin
Sekretaris
ttd
Drs. H. Hasanuddin, M.Ag