Tanggal 19 Maret 2003, tepat 10 tahun yang lalu, Perang Irak resmi dimulai dengan serangan Amerika, Inggris dan sekutunya ke wilayah Irak di bawah pemerintahan Saddam Hussein. Alasan utama yang dipakai sekutu barat adalah bahwa Irak memiliki WMD (weapons of mass destruction, senjata pemusnah massal – nuklir).
Ketika perang belum dimulai, masyarakat dunia sudah memberi peringatan agar Amerika dan Inggris, pemeran utama yang getol untuk mengebom Irak, tidak melakukan peperangan. Demonstrasi besar-besaran terjadi di berbagai belahan dunia mengecam perang yang akan mereka lakukan.
Tepat sepuluh tahun yang lalu, Presiden George W Bush mengumumkan bahwa target-target lokasi-lokasi strategis di Irak sudah diserang dan 100.000 lebih pasukan koalisi mulai memasuki wilayah Irak. Maka dimulailah sebuah perang yang berakibat pada terpecahnya masyarakat Irak, hancurnya infrastruktur yang mereka kembangkan selama ini, terbengkalainya peninggalan-peninggalan bersejarah kaum muslimin dan peradaban dunia, dst. Pada tanggal 9 April 2003, Baghdad pun jatuh ke tangan pasukan koalisi dan Saddam Hussein berhasil ditangkap di lubang persembunyiaannya di Tikrit, Irak pada bulan Desember 2003.
Kebohongan dan Kegagalan Perang
Hingga saat ini, senjata pemusnah massal yang dijadikan alasan utama untuk bisa menyerang Irak tak ditemukan. Karena itulah, banyak pengamat yang menyatakan bahwa perang Irak adalah sebuah kegagalan sebagaimana perang pasukan koalisi di Vietnam dan Afghanistan.
Tak ditemukannya senjata pemusnah massal juga menimbulkan pertanyaan akan motif atau niatan sebenarnya dari barat dalam menyerang Irak. Berita-berita terkini bahkan menunjukkan bahwa intelijen Amerika dan Inggris, CIA dan M16, sudah mengetahui sebelumnya melalui sumber-sumber yang bisa dipercaya dari kalangan pemerintahan Saddam Hussein sendiri bahwa Irak tidak memiliki senjata pemusnah massal. Namun informasi itu tak digubris dan perang tetap dilakukan dengan mengandalkan informasi dari beberapa pencari suaka politik dari Irak yang justru mereka sendiri nyatakan sebagai orang-orang yang tidak bisa dipercaya. Tony Blair, perdana menteri Inggris justru menyatakan sebaliknya kepada parlemen bahwa program senjata nuklir, kimia dan biologis Saddam masih aktif, berkembang dan terus berjalan. (lihat: Gurdian).
Teror dan Perpecahan
Hari ini, Irak masih terpuruk dalam perpecahan politik, perseteruan antar kelompok, teror bom dan ketidakberdayaan dalam mengatasi masalah pemerintahan maupun kemasyarakatan. Mereka masih harus bekerja keras untuk bisa membangun kejayaan negeri yang pernah menjadi mercu suar peradaban dunia dan peradaban islam ini.
Alih-alih membangun gedung-gedung sekolah dan pendidikan, mereka lebih perlu dinding-dinding tebal untuk benteng dari ledakan.
Meskipun secara resmi perang telah diakhiri oleh pasukan koalisi, namun tentara-tentara Amerika masih berkeliaran di Irak untuk alasan lain: mencegah terorisme. Setiap saat, bisa saja rumah-rumah warga Irak disatroni pasukan ini dan digeledah atau ditembaki.
Suasana perang memang sudah mulai hilang di Irak dan generasi baru mereka mulai bisa merasakan kehidupan yang lebih nyaman dan menyenangkan.
Namun Perang Irak sangat perlu untuk dijadikan pelajaran bagi kaum muslimin: tanpa barisan dan persatuan yang kokoh antar negeri-negeri muslim, musuh bisa datang kapan saja memporak-porandakan negeri kita.