Di masa sekarang ini, umat islam di Indonesia maupun di seluruh dunia, belum memiliki kalender islam yang satu. Alhasil, perbedaan pelaksanaan ibadah maupun perayaan hari raya yang berlandaskan bulan-bulan dan penanggalah hijriyah sering terjadi. Lebih disayangkan lagi, perbedaan itu bahkan kadang terjadi dan ‘memecah’ persatuan kaum muslimin dalam satu negara atau bahkan satu keluarga.
Umat islam yang seharusnya satu, ironisnya, belum bersatu pada satu sistem kalender yang mendasari kehidupan mereka.
Berikut ini adalah sebuah renungan dari akun Facebook M Ihtirozun Nizam, yang semoga bisa menggugah semangat kita untuk menyatukan kalender islam.
Pada masa pra Islam, masyarakat Arab memakai kalender dengan sistem lunisolar (kombinasi sistem berbasis bulan/qamariyah dan sistem berbasis matahari/syamsiah). Artinya setiap 1 bulan berjumlah 29 atau 30 hari sesuai pergerakan Bulan dari 1 ijtima’ ke ijtima’ berikutnya. Dengan demikian selama 12 bulan ada 354 hari yang dilewati. Untuk menyesuaikan dengan kalender syamsiyah yang berjumlah 365 hari, maka dijadikanlah selisih 11 hari tersebut menjadi bulan ke-13 sebagai bulan sisipan (intercalary month) atau istilah arabnya nasi’.
Sisipan 11 hari (nasi’) ini syarat akan nuansa politis. Di kalangan masyarakat Arab nasi’ ini dimanfaatkan sesuai kepentingan mereka. Satu aturan yang sudah berlaku di kalangan masyarakat Arab adalah larangan adanya peperanagan pada 4 bulan yang dimuliakan, yakni Muharram, Rajab, Dzulqa’dah, Dzulhijjah.
Di sini masyarakat Arab memanfaatkan nasi’/sisipan 11 hari untuk mempercepat dan memperlambat bulan Muharram. Mereka akan mempercepat bulan Muharram dan segera bergegas menuju bulan Safar apabila mereka siap dan menginginkan adanya perang, Yaitu dengan memasukkan 11 hari sisipan tersebut ke dalam Muharram sehingga bulan Muharram akan segera selesai dan masuk di bulan Safar, dimana tidak ada larangan perang di dalamnya. Namun, apabila mereka belum siap atau tidak menginginkan perang, 11 hari sisipan tersebut dianggap sebagai bulan ke-13 sehingga bulan Muharram tidak cepat berlalu dan tidak akan segera terjadi perang. Jadi, bisa dikatakan kalender Arab pada waktu itu masih kacau dan belum tersistem dengan baik.
Melihat kekacauan tersebut, Nabi hadir untuk menenertibkan Kalender. Sebagaimana yang diabadikan dalam surat at-Taubah ayat 36-37, praktek nasi’ yang berlaku di kalangan masyarakat Arab berhasil dihapus oleh Nabi sehingga kalender yang dipakai bisa lebih teratur dan tidak membingungkan.
Dewasa ini nampaknya kebingungan mengikuti kalender juga terjadi. Terkadang kita melihat di kalender ormas A beda harinya dengan kalender di ormas B atau kalender di negara A beda dengan kalender di negara B. Dulu Nabi telah memberikan contoh untuk membuat kalender yang memberikan mashlahah kepada seluruh umat. Lantas, Bagaimana dengan kita?
‪#‎At‬-Tawajjuh ila At-Taqwim Al-Hijri Al-Muwahhid
Semoga bermanfaat.