Lelaki bernama Rasyid – 1

Sebuah kisah kehidupan seorang laki-laki bernama Rasyid dari penuturannya sendiri. Semoga kita bisa mengambil hikmah darinya.

Belum genap 30 tahun usiaku ketika istriku melahirkan putra pertama kami.

Aku masih ingat malam itu. Aku bergadang semalaman bersama teman-temanku, seperti biasa.

Malam itu penuh dengan canda tawa dan lebih buruk lagi diselingi gunjingan, gosip dan menertawakan orang. Akulah yang sering membuat teman-temanku tertawa. Aku biasa menjadikan orang lain lawakan dan teman-temanku akan terpingkal.
Aku punya kemampuan menirukan orang lain. Aku dapat mengubah warna suara dan gayaku persis seperti orang yang aku jadikan lelucon. Tak ada yang lepas dari leluconku; bahkan teman-temanku sendiri.

Aku ingat, malam itu aku membuat lelucon tentang seorang buta yang kulihat mengemis di pasar. Aku telah membuatnya terjungkal dengan menjulurkan kakiku di depannya. Aku tertawakan tingkahnya setelah itu ketika kepalanya menengok kesana kemari, tak tahu apa yang baru saja terjadi padanya. Semua temanku terpingkal melihat gayaku menirukannya.

Aku pulang ke rumah terlambat, seperti biasanya.

Kulihat istriku sedang menunggu. Keaadaannya payah dan suaranya bergetar, “Rasyid… dari mana saja kamu?”

“Dari mana aku? Memangnya dari Mars?” kujawab dengan kasar, “tentu saja dengan teman-temanku.”

Istriku tampak lemah dan menahan tangis. “Rasyid, aku tak tahan lagi. Sepertinya bayinya akan keluar segera.” Air mata meleleh ke pipinya.

Rasa bersalah tiba-tiba menghinggapiku. Aku telah menelantarkan istriku. Aku bawa ia segera ke rumah sakit. Kulihat deritanya menahan sakit berjam-jam sebelum kelahiran.

Tak kusangka proses kelahiran ini tidak mudah dan ternyata cukup lama. Aku kembali ke rumah dan menitipkan nomor teleponku kepada perawat agar bisa menyampaikan menhubungiku.

Tak lama kemudian, berita gembira kelahiran Salim datang. Aku segera ke rumah sakit. Namun sesampai di sana, perawat memintaku menemui dokter yang menangani kelahiran.

Dokter tersebut langsung berbicara tentang cobaan dan tawakal serta takdir Allah. “Anakmu memiliki cacat yang serius. Kami lihat matanya tidak berkembang dengan sempurna. Ia buta.

Aku menunduk menahan tangis. Pikiranku langsung teringat akan wajah pengemis buta yang berputar kebingungan di pasar dan menjadi bahan lelucon di hadapan teman-temanku.

Maha suci Allah, engkau memperoleh apa yang engkau lakukan!

[Bersambung, insyaallah]

Habib bin Hilal

Habib bin Hilal adalah pengelola dan Editor dari blog ini serta situs Alhabib - Mewarnai dengan Islam.

16 Comments

Tinggalkan Balasan